Adv Satrio, Managing Partner ES & Partners Law Office
Tribun Sumatera.com – Bengkulu Selatan – Polda Metro Jaya menetapkan Ketua KPK Firli Bahuri sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL). Sejumlah barang bukti telah disita polisi dalam kasus tersebut.
“Penyidik telah melakukan penyitaan terhadap barang bukti berikut data elektronik dan dokumen elektronik yang ada di dalamnya,”_ ujar Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak, kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (23/11/2023).
Ade Safri mengatakan data dan dokumen elektronik itu di antaranya berisikan dokumen penukaran valas.
“Dokumen penukaran valas dalam pecahan SGD dan USD dari beberapa outlet money changer dengan nilai Rp 7.468.711.500; (tujuh miliar empat ratus enam puluh delapan juta tujuh ratus sebelas ribu lima ratus rupiah) sejak bulan Februari 2021 sampai September 2023,” jelasnya.
*Berikut daftar lengkapnya:*
1. Dokumen penukaran valas dalam pecahan SGD dan USD dari beberapa outlet money changer dengan nilai Rp 7.468.711.500 sejak bulan Februari 2021 sampai September 2023.
2. Dokumen berupa turunan atau salinan berita acara penggeledahan, berita acara penyitaan, berita acara penitipan temuan barang bukti, dan tanda terima penyitaan pada rumah dinas Menteri Pertanian RI yang di dalamnya berisi lembar disposisi pimpinan KPK dengan nomor agenda LD 1231 tanggal 28 April 2021.
3. Pakaian, sepatu, maupun pin yang digunakan oleh saksi SYL saat pertemuan di GOR Tangki bersama saudara FB pada tanggal 2 Maret 2022.
4. Satu eksternal hard disk atau SSD dari penyerahan KPK RI berisi turunan ekstraksi data dari barang bukti elektronik yang telah dilakukan penyitaan oleh KPK RI.
5. Ikhtisar LHKPN atas nama FB pada periode waktu mulai tahun 2019 sampai tahun 2022.
6. Ponsel sebanyak 21 unit dari para saksi.
7. Akun email sebanyak 17 akun.
8. Flash disk sebanyak 4 unit
9.2 Unit mobil.
10. 3 e-money.
11. Remot keyless bertuliskan Land Cruiser.
12. 1buah dompet yang bertuliskan Lady Americana USA berwarna coklat yang berisikan holiday getway voucher Rp 100 ribu spiralcare traveloka.
13. 1 buah anak kunci gembok dan gantungan kunci berwarna kuning bertuliskan KPK, serta beberapa surat atau dokumen lainnya atau barang bukti lainnya.
Firli Bahuri Tersangka
Sebelumnya, _Ade Safri menyampaikan pihaknya telah menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka dalam kasus pemerasan terhadap SYL. Penetapan tersangka dilakukan setelah polisi melakukan gelar perkara pada Rabu (22/11) pukul 19.00 WIB._
“Selanjutnya, berdasarkan fakta-fakta penyidikan maka pada hari Rabu hari ini 22 November 2023 sekira pukul 19.00 bertempat di ruang gelar perkara Ditreskrimsus dilaksanakan gelar perkara _dengan hasil ditemukan bukti yang cukup untuk menetapkan Saudara FB selaku ketua KPK RI sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan atau penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara yang berhubungan dengan jabatannya,”_ kata Ade Safri Simanjuntak.
Firli ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan pemerasan atau penerimaan gratifikasi atau hadiah dan janji terkait penanganan permasalahan hukum di Kementan pada kurun waktu 2020-2023.
Firli dijerat dengan Pasal 12e atau 12B atau pasal 11 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No 20 Tahun 2021 tentang perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi _juncto_ Pasal 65 KUHP.
Berdasarkan keterangan Dirreskrimsus Polda Metro Jaya yang dimuat dalan Detik News tersebut diatas, timbul pertanyaan:
(1) Apakah Barang bukti termasuk dalam alat bukti yang sah, sebagaimana diatur dalam pasal 184 sampai dengan pasal 189 KUHAP dan apabila bukan, bagaimana caranya agar Barang Bukti menjadi alat bukti yang sah.
(2) Apa persamaan dan Perbedaan antara suap, gratifikasi pemerasan dan uang Pelicin.
(3) Apa esensi dari ketentuan Pasal 65 KUHP dan bagaimana penjatuhan pidana atau Strafmaatnya.
(4) Kesimpulan
1. Barang bukti bukan merupakan alat bukti yang sah._ Dari perumusan pasal 1 butir 16 dan beberapa pasal KUHAP dapat disimpulkan bahwa benda sitaan yang berstatus sebagai barang bukti tersebut adalah berfungsi untuk kepentingan pembuktian.
Namun apabila dikaitkan dengan keberadaan alat-alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam pasal 184 KUHAP, maka dapat diketahui secara jelas bahwa barang bukti tidak termasuk sebagai alat bukti yang sah.
Meskipun KUHAP tidak memberikan penjelasan secara tersurat (eksplisit) mengenai kedudukan dan fungsi barang bukti (Corpus Delicti), namun apabila hal tersebut dihubungkan dengan pasal -pasal lain dalam KUHAP maka barang bukti tersebut dapat berfungsi dalam upaya pembuktian, bahkan barang bukti tersebut dapat berubah atau menghasilkan alat bukti yang sah, misalnya barang bukti berupa data elektronik dan dokumen elektronik sesuai dengan keterangan saksi maupun keterangan ahli dapat menjadi alat bukti yang sah berupa bukti surat maupun keterangan ahli apabila ahli memberikan keterangan didepan Majelis Hakim.
2. Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, korupsi dirumuskan ke dalam 30 bentuk.
Dari 30 bentuk tersebut, korupsi dapat dikelompokkan menjadi tujuh kategori, yaitu yang berkaitan dengan keuangan negara, suap menyuap, penggelapan jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi.
Dari ketujuh jenis itu, kita tahu bahwa suap, pemerasan, dan gratifikasi berada di kategori berbeda dengan pengertian yang berbeda pula. Uang pelicin masuk dalam kategori suap menyuap.
*Sekarang mari kita bahas soal perbedaannya*
Perbedaan istilah-istilah tersebut bisa dilihat dari waktu, tujuan, pelaku, dan intensinya. Perbedaan dari sisi pelaku bisa dilihat pada istilah suap dan pemerasan.
Suap terjadi jika Syahrul Yasin Limpo(SYL) secara aktif menawarkan imbalan kepada Firli Bahuri (FB) dengan maksud agar perkaranya tidak diproses lebih lanjut, walaupun melanggar prosedur.
Sebaliknya, pemerasan terjadi jika FB yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri/orang lain secara melawan hukum/dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa SYL memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi diri sendiri, walau melanggar prosedur. Uang pelicin bisa menjadi gabungan dari suap dan pemerasan.
Suap dan pemerasan akan terjadi jika terjadi transaksi atau deal antara kedua belah pihak. Berbeda dengan gratifikasi, yang tidak ada kesepakatan di antara keduanya.
Gratifikasi terjadi jika SYL memberi sesuatu kepada FB tanpa adanya penawaran atau transaksi apapun.
Pemberian ini terkesan tanpa maksud apa-apa. Namun di balik itu, gratifikasi diberikan untuk menggugah hati FB, agar di kemudian hari tujuan SYL dapat dimudahkan. Istilahnya “tanam budi”, yang suatu saat bisa ditagih.
*Gratifikasi menurut Penjelasan Pasal 12B UU Pemberantasan Tipikor yaitu Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
*Penyuapan dan pemerasan memiliki unsur janji atau bertujuan menginginkan sesuatu dari pemberian tersebut.*
Sedangkan gratifikasi adalah pemberian yang tidak memiliki unsur janji, tetapi gratifikasi juga dapat disebut suap jika pihak yang bersangkutan memiliki hubungan dengan jabatan yang berlawanan dengan kewajiban dan hak yang bersangkutan.
Implikasi hukum antara penyuapan, pemerasan, dan gratifikasi pada penetapan pasal penyuapan, baik penyuap maupun yang disuap dipidana (strafbaarfeit), pada perkara pemerasan orang yang diperas tidak dipidana (niet strafbaarfeit), sedangkan pada gratifikasi Pejabat yang menerima gratifikasi apabila melaporkan kepada KPK, selambat – lambatnya 30 hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima dia tidak dipidana.
*Hukuman Pidana*
UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, memuat hukuman pidana untuk keempat tindakan korupsi tersebut.
Suap, Uang Pelicin, dan Pemerasan terkait jabatan diatur dalam Pasal 5 ayat (1) dengan pidana maksimal 5 tahun dan atau denda maksimal Rp.250.000.000.
Sementara gratifikasi memiliki hukuman lebih berat. Dalam Pasal 12, hukuman bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang terbukti menerima gratifikasi adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Namun dalam kasus gratifikasi, penerima tidak akan terkena hukuman jika dia melaporkan gratifikasi tersebut kepada KPK.
3. Concursus realis atau meerdadse same loop terjadi apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan, dan masing-masing perbuatan itu berdiri sendiri sebagai suatu tindak pidana (tidak perlu sejenis dan tidak perlu berhubungan).
*Selain itu concursus realis biasa dikatakan juga apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan, perbuatan-perbuatan mana berdiri sendiri dan masing-masing merupakan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan pidana yang berupa kejahatan dan atau pelanggaran terhadap kejahatan dan atau pelanggaran mana belum ada yang dijatuhkan hukuman oleh pengadilan dan akan diadili sekaligus oleh pengadilan.
*Ketentuan Concursus realis atau meerdadse samenloop di atur dalam Pasal 65 KUHP KUHP yang menyatakan:
(1) Dalam hal berbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis, maka dijatuhkan hanya satu pidana.
(2) Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidana yang diancam terhadap perbuatan itu, tetapi tidak boleh lebih dari maksimum pidana yang terberat ditambah sepertiga.
Dari Pasal 65 KUHP di atas, dapat disimpulkan, pertama terjadi beberapa perbuatan pidana, kedua semua perbuatan pidana yang terjadi memuat ancaman pidana pokok yang sejenis.
Artinya, pidana pokok dari semua perbuatan pidana yang terjadi berupa pidana penjara atau pidana kurungan atau pidana denda, ketiga maksimum pidana yang dijatuhkan adalah sistem kumulasi, dan keempat maksimum pidana yang dapat dijatuhkan adalah pidana terberat ditambah dengan sepertiga dari pidana terberat.
Contohnya: A mencuri perhiasan di rumah B yang merupakan seorang janda, sebelum mencuri A memperkosa B kemudian menganiayanya sehingga menimbulkan luka berat.
Pemerkosaan dalam Pasal 285 KUHP diancam pidana penjara maksimum 12 tahun, Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat diancam pidana penjara maksimum 5 tahun. Pencurian dengan kekerasan diancam pidana penjara paling lama 9 tahun.
*Berdasarkan sistem kumulasi terbatas, maksimum pidana yang dapat dijatuhkan terhadap A adalah 16 tahun penjara. angka 16 tersebut didapat dari pidana terberat adalah pemerkosaan 12 tahun ditambah sepertiga dari 12 tahun, yaitu 4 tahun.
Apabila FB terbukti melanggar ketentuan pasal tentang gratifikasi jo Pasal 65 KUHP tersebut maka penjatuhan pidananya (strafmaat), karena ancaman pidana terberat untuk gratifikasi adalah seumur hidup maka apabila Majelis Hakim ingin menjatuhkan pidana maksimum, walaupun terjadi concursus realis maka pidana yang dijatuhkan tetap seumur hidup demikian juga untuk pidana kurungan maksimum 20 tahun serta apabila dijatuhkan pidana dibawah 20 tahun maka strafmaat nya maksimum 20 tahun.
4. Berdasarkan segala sesuatu yang telah diuraikan diatas dapat diambil kesimpulan penetapan FB sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya dengan sangkaan pasal pemerasan/penerimaan gratifikasi menunjukan keragu-raguan untuk menetapkan Pasal yang tepat terhadap FB padahal diketahui bahwa kedua pasal tersebut memuat unsur-unsur dan implikasi hukum yang berbeda.
Dari barang bukti yang ditunjukan penyidik tidak terlihat secara jelas apa yang menjadi bukti pemerasan termasuk kapan, dimana, dan dengan cara apa FB melakukan pemerasan terhadap SYL sehingga timbul keragu-raguan dari penyidik untuk menetapkan pasal pemerasan/gratifikasi, sehingga dakwaan dapat dinyatakan kabur (obscuur libel)._
Pemeriksaan terhadap lebih dari 100 orang saksi dalam perkara ini merupakan hal yang tidak perlu, berlebihan, dan tidak sesuai dengan asas peradilan yang cepat, sederhana, dan biaya ringan.
_Apabila benar FB telah melakukan pemerasan/menerima suap atau gratifikasi dari SYL, mengapa perkara SYL ditingkatkan ke tahap penyidikan sampai proses pengadilan, “alangkah naifnya FB”._
Merupakan langkah hukum yang tepat FB mengajukan permohonan pra peradilan terhadap penetapan dirinya sebagai tersangka, sehingga Hakim tunggal pada perkara pra peradilan dapat menguji validitas alat-alat bukti apakah sesuai dengan ketentuan pasal 184 KUHAP sampai dengan pasal 189 KUHAP tentang alat-alat bukti yang sah, sebagai dasar untuk menetapkan FB sebagai tersangka.(MK)